Canggih! Museum Kematian Universitas Airlangga Gunakan Teknologi Informasi

Teknologi informasi dan penelitian akan menyelamatkan museum dari keusangan. Museum merupakan penyimpan arsip dan informasi yang penting bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Hal inilah yang diterapkan oleh Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, saat membangun Museum Etnografi dan Pusat Kajian Kematian. "Teknologi informasi yang membuat museum berkibar. Dulu museum dianggap kuno dan bau," kata Kepala Museum Ethnography dan Pusat Kajian Kematian Unair, Toetik Koesbardiati, saat menjadi pembicara kunci di International Conference on Library and Information Science 2018 yang digelar oleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di Hotel Harris, Jalan Ciumbuleuit, Kota Bandung, Rabu 7 November 2018.

Toetik mengatakan, Museum Ethnografi yang terletak di lingkungan Kampus Unair ini menampilkan tentang berbagai adat dan budaya masyarakat Indonesia merayakan kematian. Dari upacara kematian di berbagai daerah itu akan tergambar sistem budaya, sistem sosial, dan cara berpikir masyarakat itu sendiri. Museum ini merupakan satu-satunya museum di Indonesia yang mengoleksi berbagai informasi tentang budaya dan upacara kematian. Di luar negeri pun topik ini belum banyak disentuh museum. "Saya mengacanya dari Inggris, di Amerika juga hanya ada satu yang seperti ini," ujar Toetik.

Museum ini tidak sekadar memamerkan artefak, tapi justru mengandalkan teknologi informasi untuk menyampaikan informasi yang begitu banyak. "Kami tidak memajang barang kemudian diberi keterangan. Kami memanfaatkan infografis untuk bercerita lebih banyak. Infografisnya penuh warna, sehingga tidak seram," kata Toetik. Di museum juga dilengkapi layar televisi untuk memutar video dan berinteraksi dengan pengunjung. Sebelumnya, museum ini masih bergaya lama. Memamerkan benda-benda antropologi dengan keterangan seadanya.

Penggunaan infografis ini ternyata berhasil meningkatkan kunjungan ke museum. Jika sebelumnya hanya 10 pengunjung setiap bulan, kini jumlah mencapai 1.800 kunjungan setiap tahun. Toetik mengatakan, museum tak bisa dipisahkan dengan kegiatan penelitian. Sebab penelitian-penelitian itu akan menjadi bahan bakar bagi museum untuk selalu menampilkan informasi baru. Itu sebabnya di luar negeri, museum juga dilengkapi dengan pusat kajian. Pusat kajian itu lah yang berfungsi untuk melakukan berbagai riset, yang nantinya memperkaya koleksi museum.

Sayangnya, di Indonesia dua hal itu belum akrab disandingkan. "Saya mengerjakan desertasi di tiga museum. Di Cambridge, National History London, dan di Hamburg, Jerman. Saya berpikir, informasi sebanyak itu bisa menciptakan berapa banyak doktor, berapa banyak buku. Selama ini (di Indonesia) penelitian dan museum bukan sesuatu yang berharga," tuturnya.



Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2018/11/07/museum-kematian-universitas-airlangga-andalkan-teknologi-informasi%C2%A0-432877

Disunting Oleh: HOOD


  • Write By: admin
  • Published In:
  • Created Date: 2018-11-08
  • Hits: 759
  • Comment: 0

Leave A Comment